Langsung ke konten utama

Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3527474561697212"
     crossorigin="anonymous"></script>

Adaptasi Psikologis Ibu Nifas

Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu maupun bayi, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dalam memberikan pelayanan pada masa nifas, bidan menggunakan asuhan yang berupa memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial ibu/keluarga, memberikan pendidikan dan penyuluhan secara terus menerus. Dengan pemantauan dan asuhan yang dilakukan pada ibu dan bayi pada masa nifas diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.

Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitive, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.

Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut :

1. Fase Taking In

Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.

2. Fase Taking hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil, sehingga sulit menerima kahadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan.

Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.

Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.

Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.

Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan ini disebut baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kehamilan.

Disini hormon memainkan peranan utama dalam hal bagaimana ibu bereaksi terhadap situasi yang berbeda. Setelah melahirkan dan lepasnya plasenta dari dinding rahim, tubuh ibu mengalami perubahan besar dalam jumlah hormone sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Disamping perubahan fisik, hadirnya seorang bayi dapat membuat perbedaan besar pada kehidupan ibu dalam hubungannya dengan suami, orang tua, maupun anggota keluarga lain. Perubahan ini akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peranan barunya dan tumbuh kembali dalam keadaan normal.

Post partum blues ini dialami 80% wanita setelah bersalin yaitu merupakan semacam perasaan sedih atau uring-uringan yang melanda ibu dan timbul dalam jangka waktu dua hari sampai dua minggu pasca persalinan.

Etiologi : berbagai perubahan yang terjadi dalam tubuh wanita selama kehamilan dan perubahan cara hidupnya sesudah mempunyai bayi, perubahan hormonal, adanya perasaan kehilangan secara fisik sesudah melahirkan yang menjurus pada suatu perasaan sedih.

Penyebab yang menonjol adalah :

1. Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakan wanita selama kehamilan dan persalinan.

2. Rasa sakit pada masa nifas

3. Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan

4. Kecemasan ketidakmampuan merawat bayi setelah pulang dari rumah sakit

Rasa takut tidak menarik lagi bagi suami

Gejala-gejalanya antara lain :

Sangat emosional, sedih, khawatir, kurang percaya diri, mudah tersinggung, merasa hilang semangat, menangis tanpa sebab jelas, kurang merasa menerima bayi yang baru dilahirkan, sangat kelelahan, harga diri rendah, tidak sabaran, terlalu sensitive, mudah marah dan gelisah.

Hal-hal yang dapat dilakukan seorang bidan :

1. Menciptakan ikatan antara bayi dan ibu sedini mungkin

2. Memberikan penjelasan pada ibu, suami dan keluarga bahwa hal ini merupakan suatu hal yang umum dan akan hilang sendiri dalam dua minggu setelah melahirkan.

3. Simpati, memberikan bantuan dalam merawat bayi dan dorongan pada ibu agar tumbuh rasa percaya diri.

4. Memberikan bantuan dalam merawat bayi

5. Menganjurkan agar beristirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi

Post partum blues ini apabila tidak ditangani secara tepat dapat menjadi lebih buruk atau lebih berat, post partum yang lebih berat disebut post partum depresi (PPD) yang melanda sekitar 10% ibu baru.

Gejala-gejalanya : sulit tidur bahkan saat bayi telah tidur, nafsu makan hilang, perasaan tidak berdaya atau kehilangan control, terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi, tidak menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan mengenai bayi, sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi, gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar. Jika ditemukan sejak dini penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konsultasi dengan psikiater, jika depresi yang ibu alami berkepanjangan mungkin ibu perlu perawatan dirumah sakit.

Oleh karena itu penting sekali bagi seorang bidan untuk mengetahui gejala dan tanda dari post partum blues sehingga dapat mengambil tindakan mana yang dapat diatasi dan mana yang memerlukan rujukan kepada yang lebih ahli dalam bidang psikologi.

Komentar

  1. Daftar Pustaka
    1. Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas alih bahasa, Maria A. Wijayarini, hal 505-514. Jakarta : EGC
    2. Cunningham, F Gary. 1995. Obstetri William. BAB XIII, hal 289. Jakarta: EGC
    3. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan, BAB VII, hal 542. Jakarta : YBPSP
    4. Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, N-23. Jakarta :YBPSP
    5. …………. 2001. Asuhan Kebidanan Postpartum. 4-31. Pusdiknakes – WHO – JHPIEGO

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIDAN SEBAGAI PROFESI

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3527474561697212" crossorigin="anonymous"></script> BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posis

Penyakit Infeksi yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan (5)

                                                            Varicella Varicella/chickenpox atau sering disebut cacar air, merupakan infeksi akibat virus varicella-zoster (VZV) atau human herpes virus -3 (HHV-3). Varicella memberikan gambaran khas munculnya lesi di kulit yang bersifat makulo-papuler, berkembang menjadi vesikel, pustula, dan akhirnya menjadi krusta/keropeng. Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4 – 2%. Pada infeksi yang terjadi pada akhir kehamilan (secara kesepakatan ditetapkan 5 hari sebelum atau sesudah kelahiran) memunculkan risiko transmisi vertikal, yang dapat mengakibatkan bayi baru lahir mengalami infeksi varicella berat. Infeksi varicella yang menyembuh memasuki periode laten, dalam hal ini, masih mungkin terjadi infeksi dalam bentuk herpes zoster pada

MANAJEMEN AKTIF KALA III

                                                                                                                    MANAJEMEN AKTIF KALA III 1.      DEFENISI, TUJUAN DAN KEUNTUNGAN MANAJEMEN AKTIF KALA III A.      Definisi Manajemen aktif kala tiga adalah penatalaksanaan secara aktif pada kala tiga (pengeluaran aktif plasenta) untuk membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. B.     Tujuan §      Menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif §   Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap C.    Keuntungan – Keuntungan Manajemen Aktif Kala III §      Memperpendek waktu persalinan kala tiga §      Mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan §     Mencegah terjadinya atonia uteri dan retensio plasenta 2.      PENATALAKSANAAN MANAJEMEN AKTIF KALA III A.      Pemberian oksitosin (10 U) §     Sebelum memberikan oksitosin, melakukan pengkajian dengan melakukan palpasi pada abdomen untuk meyakink